SERANG, bantensatu.co.id – Tokoh Nasional asal Kabupaten Lebak Mulyadi Jayabaya (JB) yang selama ini cukup keras mengkritik pelaporan buruh yang melakuan aksi unjuk rasa ke polisi karena menuntut revisi Upah minimum Provinsi (UMP) 2022, mengucapkan terimakasih kepada Kapolda Banten Irjen Polisi Rudi Hariyanto dan jajaran yang telah menangguhkan penahanan dua orang buruh yang sempat ditahan di Mapolda Banten atas pelaporan yang dilakukan oleh Gubernur Banten Wahidin Halim.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Kapolda Banten dan jajaran yang telah menungguhkan penahanan dua orang buruh yang sempat ditahan, atas laporan yang dilakukan oleh Gubernur Banten melalui kuasa hukumnya,” ujar Mulyadi Jayabaya salah seorang tokoh masyarakat Lebak.
JB berharap kepada Gubernur Banten Wahidin Halim untuk mencabut laporannya terhadap buruh yang tengah memperjuangkan haknya tersebut, agar konflik antara buruh dengan Gubernur bisa diselesaikan untuk untuk menciptakan situasi yang kondusif di Banten.
” Saya minta kepada Gubernur untuk segera menarik laporannya ke Polda untuk menciptakan situasi yang kondusif di masyarakat, termasuk iklim usaha di Banten,” kata JB.
Ketua Fraksi PKS DPRD Provinsi Banten, Juheni M. Rois mengatakan, pihaknya meminta kepada Gubernur Banten agar bersikap arif, dan bijaksana dalam merespon tindakan buruh.
“Fraksi PKS DPRD Banten meminta kepada Gubernur Banten untuk secara arif, dan bijaksana dalam menyikapi kasus yang menimpa kawan-kawan buruh pasca aksi demo beberapa hari lalu,” katanya, dalam sebuah video yang diunggah pada akun instagram bernama @juheni_m_rois, Selasa 28 Desember 2021.
Juheni memandang, bagaimana pun dalam hal ini, para buruh pekerja pabrik ini, statusnya sama sebagai rakyat dari Gubernur Banten.
“Saya sangat menyayangkan pelaporan Gubernur Banten terhadap masyarakat-nya sendiri,” tegasnya.
Kata Juheni, sebagai pemimpin Provinsi Banten, maka tidak ada salahnya bagi Gubernur untuk memaafkan, dan mencabut laporan atas apa yang disangkakan.
“Sebagai seroang ayah, tidak ada salahnya untuk memaafkan, dan mencabut laporan tersebut,” tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Dewan Persaudaraan Nasional Solidaritas Merah Putih (DPN SOLMET), Kamaludin, menyikapi persoalan Gubernur Banten, Wahidin Halim dan Buruh yang kian hari semakin memanas, memandang persoalan ini harus dilihat secara utuh, jangan sepotong-potong.
“buruh itu juga manusia, mereka punya perasaan, harusnya dilakukan dialog secara baik-baik, bukannya dengan tegas meneruskan dan menetapkan kebijakan dengan kalimat yang melukai buruh, nah ini akhirnya menjadi persoalan yang serius,”ujar Kamaludin.
Lebih lanjut Kamaludin menerangkan, disisi lain, kondisi ini semakin carut dengan statement yang beredar baik pro dan kontra terhadap situasi yang terjadi antara Gubernur dan Buruh.
Seperti, pernyataan sikap oleh sekelompok Mahasiswa yang langsung menukik mempermasalahkan buruh, seharusnya mahasiswa ini tidak langsung menukik ke substansi akibat, tapi melakukan identifikasi kondisi serta mengurai kronoligis proses yang terjadi antara Gubernur Banten dan Buruh, lalu melakukan analisa dan kajian, dari hasil ini memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota termasuk komunitas organisasi buruh, sehingga kondisi ini menjadi kajian akademik yang akan mempengaruhi langkah dan kebijakan yang dianggap keliru.
“Karena terlalu prematur melakukan langkah-langkah pernyataan sikap ini, akhirnya muncul kelompok mahasiswa lain, yang terkesan menyalahkan pernyataan sikap yang disampaikan kelompok ini,”ujar Kamaludin.
SOLMET yang juga merupakan Relawan Jokowi, sangat menyayangkan statement Gubernur WH yang menarik Presiden RI, Joko Widodo dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalla pada kekisruhan yang terjadi antara Gubernur Banten dan Buruh.
”kami berkeyakinan, bahwa Presiden dan Menteri Investasi tidak akan menyakiti kaum buruh dan selama ini Presiden selalu menunjukkan sikap seorang negarawan dan mau terjun langsung ke rakyatnya,”tegas Kamaludin.
Menurut hemat Kamaludin, apa yang disampaikan ke permukaan adalah sikap tegas Presiden terhadap aturan yang sudah ditetapkan yaitu berdasarkan PP No. 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, bukan pada persoalan substansi kalimat yang dirasa menyakiti kaum buruh. Dan harus diingat, Presiden tidak alergi terhadap kontrol ataupun kritik, malah selalu dengan terbuka membuka ruang seluas-luasnya untuk dilakukan komunikasi.
“tapi yang kita lihat ke belakang ini, ternyata ruang komunikasi yang diinginkan kaum buruh di Banten tidak dibuka oleh Gubernur Banten, yang notabene kepanjangan tangan dari Pemerintah Pusat,” ujar Kamaludin seraya menambahkan, hendaknya Gubernur Banten jangan menyeret-nyeret nama Presiden dalam sikon dan polemik antara Gubernur Banten dan Buruh.
Kamaludin juga menyayangkan sikap beberapa rekan buruh yang tidak tampil humanis dalam rangkaian aksi unras atas tuntutan kenaikan upah, namun semuanya sudah terjadi.
“Memang sulit melakukan deteksi atas tindakan pada kumpulan orang-orang banyak, tapi disisi lain mungkin tingkat psikologis emosional kaum buruh sudah memuncak, karena statement Gubernur yang terkesan memarginalkan kaum buruh, tapi persoalan ini harusnya bisa diselesaikan dengan kepala dingin dan duduk bersama, namun hal ini tidak sampai terjadi, sangat disayangkan,”ungkap kamaludin.
Untuk itu, Kamaludin mengatakan, apa yang dilakukan oleh Tim Kuasa Hukum Gubernur Banten dengan melaporkan buruh atas kejadian di ruang kerja Gubernur itu adalah hak pibadi ataupun kelembagaan sebagai Gubernur Banten yang juga dilindungi oleh Undang-undang, namun alangkah baiknya bila kedua belah pihak ini bisa menyelesaikan prosesnya melalui mediasi dan akan menghasilkan kesepakatan di kedua belah pihak untuk menata dan membangun investasi yang sehat dan kondusif diantara Pemerintah Propinsi, Pengusaha dan buruh. (red)